Cerpen Saat Waktu Berjalan, Ya, aku masih ingat apa yang ia katakan, perkataan yang ada
dan selalu ada “ Hidup bukanlah sesuatu hal yang nista, juga hidup bukanlah hal
yang dapat membuat kita lupa, atau melupakan ada dengan apa yang di sebut dusta
!
Dia !
Saat waktu berjalan, memanggil udara agar kalian dapat
bernapas lega , ada cerita , sesuatu yang aku ingat akan dia, dia yang selalu
mengisi ruang hampa dalam kehidupan, tetapi kini, dimana dia ?
Ya, itu masih aku ingat, dan tak akan aku pungkiri semua
yang ada , memang kau ada untuk seperti dirimu , yang baik dan aku rasa tak
pernah berdusta, seperti katamu itu.
Tetapi jalan yang kau laluilah yang mengatakan kebalikan
dari apa yang kau katakan, hari yang menangkupkan panas dan juga sepi , atau
hari yang tertawa di sela – sela sejumput luka, dan hari tempat semua warna
ada.
Dia !
Aku masih ingat saat kau tertawa, menertawakan diriku yang
selalu bertanya, apa masih ada hari esok ? dan kau memicingkan matamu yang di
hiasi alis tebal dan juga alis bulu mata melengkung yang menambah menawannya
wajah yang kau punya, dan kini , aku teteskan air mata.
Saat itu kau bertanya “ Mengapa kau bertanya, dan juga
mengapa kau pikirkan hari esok , bukankah kita telah di beri kebahagiaan untuk
melalui hari ini ? tanyanya. Dan akupun tersenyum, mengangguk malu dan katakan
“ Ya , tentu saja ! jawabku ragu dan sedikit malu, dia mengajariku , bagaimana
hidup ini mestinya, menjalani hari ini dan bukan esok hari.
Juga saat awal kita bertemu, kau memandangku, bertanya
dengan suaramu yang enak untuk aku dengarkan, dan rasanya , enggak ada yang
namanya sombong di balik kecantikan wajahmu, dan aku katakan namaku Elo !
seraya sodorkan tangan , lalu kau pun menjabatnya dan berkata “ Namaku dia “
sementara aku masih melongo apa yang dia itu katakan benar, apa ia namanya Dia
?
Lalu ada cerita, sebuah sanjak hidup dan kau punya atas nama
kebersamaan dan rasanya teramat bahagia, ya,kau katakan dan kau benarkan ,
hidup adalah tempat berpasangan, aku dan kamu” seraya menunjuk padaku , lalu ia
lanjutkan “ Suratan telah menakdirkan itu ! tegas ia berkata.
Tetapi kini itu tiada, dan aku teteskan airmata lagi, dia
yang dulu ada dan selalu mengajariku akan hidup dan apa yang ada tentangnya
sebagai sebuah saksi, ku usap tetes air mata, menyekanya dengan tisu luka yang
kau buat dan terbuat atas nama “ Dia”.
Ku denguskan napas seperti menghela gunung tinggi menjulang
atau menapaki tebing yang curam, dan semua itu karena Dia, Dia yang ada dan aku
punya, dia yang ada dan apa adanya, lalu kemana dia “ seperti yang aku ingin
dan kau katakan, hidup bukanlah tempat sebuah dusta berada, berhenti an ku
tahan perih.
Apa yang Dia katakan , sekarang bukan lagi kebenaran,
tetapi sekarang semua hanyalah dusta, dan kata itu melukaiku , menaburkan benih
kesedihan “ Dia yang meyakini hidup bukanlah dusta , justeru di dustai hidup
itu sendiri, di sini aku masih menangis, meleburkan air mata juga berdo’a untuk
kebahagiaanmu , kebahagiaan untuk yang bernama “ Dia “ dan kalian paham “ Dia “
telah pergi selamanya, keharibaan yang mempunyai kita, ku tutup jendela dan
menutup pintu hidup untuk melangkah hari esok
Comments
Post a Comment